MENGUPAS STRATEGI PARIWISATA YANG BAIK DAN BERKENLANJUTAN MELAUIย KULIAH TAMU PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
Ditulis oleh : Humas FKM UAD
Pada Rabu, 10 Juli 2024, telah berlangsung kuliah tamu peminatan Kesehatan Lingkungan dengan tema cleanliness health, safety, and environment sustainbility (CHSE) di wilayah Yogyakarta. ย DR. drh. Asep Rustiawan, M.S memaparkan pentingnya pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) yang menguntungkan dari sisi ekonomi, lingkungan, dan sosial. Beliau menyoroti prinsip-prinsip keberlanjutan seperti partisipasi masyarakat setempat, keikutsertaan stakeholder, kepemilikan sumber daya, promosi, daya dukung, akuntabilitas, pelatihan, dan monev (monitoring dan evaluasi). Contoh baik dalam penerapan prinsip ini bisa kita jumpai di area wisata pantai Bantul yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat setempat dalam pengelolaan bisnis pariwisata.
Asep juga membahas potensi besar dalam industri pariwisata, dengan pertumbuhan perjalanan turis internasional sebesar 3-4% setiap tahun dan devisa yang dihasilkan mencapai U$$ 1,5 triliun. Diperkirakan pada 2030, jumlah perjalanan turis internasional akan mencapai 1,8 miliar. Wisata halal juga menjadi fokus, dengan 10 destinasi unggulan termasuk Aceh, Sumatera Barat, DKI Jakarta, dan Lombok, yang menyediakan fasilitas sesuai kebutuhan wisatawan Muslim.
Tantangan yang dihadapi pariwisata ke depan mencakup sumber daya manusia, keberlanjutan, standar, musim, dan diversifikasi. Yogyakarta menjadi salah satu destinasi utama dengan berbagai tempat wisata seperti pantai Parangtritis dan hutan pinus. Program pembangunan di Yogyakarta mencakup pembangunan kawasan kraton, prambanan, malioboro, dan menorah. Indikator khusus pariwisata sehat di Yogyakarta mencakup tersedianya informasi daya tarik wisata, sarana tanggap darurat, dan sinergi antara berbagai stakeholder pariwisata.
Ir. Christina Endang Setyowati membahas implementasi CHSE (Clean, Health, Safety, and Environment) di tempat wisata Yogyakarta. Data menunjukkan peningkatan wisatawan pada Mei-Juni dan Desember 2023, dengan berbagai risiko yang muncul, terutama di wisata alam. Konsekuensi dari kegiatan pariwisata termasuk menurunnya kualitas lingkungan dan pengaruh pada budaya lokal, sehingga peran aktif masyarakat sangat penting. Tantangan lainnya adalah orientasi pada nilai-nilai masyarakat, pengembangan potensi lokal, dan memberikan manfaat berkelanjutan bagi masyarakat.
Christina juga menyoroti pengelolaan lingkungan di tempat wisata, seperti ketersediaan sarana cuci tangan, etika kesehatan, prosedur penyelamatan dari bencana, dan pengelolaan air serta sumber energi secara efisien. Pemerintah Yogyakarta telah mengeluarkan edaran mengenai penggunaan plastik, dengan gerakan zero sampah anorganik yang berhasil mengurangi timbulan sampah dari 300 ton menjadi 200 ton per hari. Gerakan ini menyasar warga, kampus, tempat wisata, dan hotel, meskipun tidak semua elemen masyarakat ikut serta.